Selasa,
15 Mei 2012 | 11:17
Pasukan marinir Belanda di atas perahu
mendekati kapal pencari ikan yang diduga perompak Somalia [yahoo]
[JAKARTA]
Pembajakan kapal tanker MT Smyrni yang dilakukan perompak bersenjata Somalia
kembali terjadi di perairan Oman yang berbatasan dengan Afrika. Kapal tanker MT
Smyrni ini adalah milik perusahaan di Yunani dan berbendera Liberia.
Presiden
Kesatuan Pelaut Indonesia, Hanafi Rustandi, kepada pers di Jakarta, Senin
(14/5), menjelaskan, kapal milik Pisces Finance Ltd, Yunani dan dioperasikan
oleh perusahaan Dynacom Tankers Management Ltd. Yunani tersebut dibajak pada
Kamis (10/5) sekitar pukul 11.15 waktu setempat, setelah transit di Laut Arab.
Kapal
tersebut diserbu oleh dua pasukan perompak bersenjata Somalia di perairan dekat
pulau Masirah, Oman. Nakhoda beserta 17 awak kapal (8 orang dari Filipina dan 9
pelaut asal India), disandera perompak untuk meminta tebusan dari pemilik
kapal. Pasca penyerangan, kontak antara pemilik dengan kapal langsung hilang.
”Kabarnya
masih disandera, Tapi sampai sekarang belum ada laporan terbaru tentang kondisi
kapal beserta awaknya,” kata Hanafi.
Dikatakan,
tanker tersebut sedang mengangkut 950.000 ton minyak mentah Azeri dari
Azerbaijan. Minyak mentah pesanan PT Pertamina itu dikapalkan ke Indonesia
untuk selanjutnya diolah menjadi BBM di kilang Balikpapan, Kalimantan Timur.
Rencananya,
minyak mentah pesanan Pertamina itu akan tiba di Balikpapan antara 24-26 Mei
2012. Namun dalam kasus pembajakan ini, menurut Hanafi yang sedang berada di
Singapura, PT Pertamina sebagai pihak pembeli minyak mentah tersebut secara
materi tidak dirugikan, karena dalam kontrak pengapalan menggunakan sistem CIF
(Cost Incurance and Freight-biaya asuransi dan
tarif angkut).
Ia
menjelaskan, dalam kontrak jual beli minyak mentah dengan pengapalan
menggunakan sistem CIF itu, pemilik barang (minyak mentah) bertanggung jawab
penuh atas semua barang yang diangkut kapal, baik ongkos angkut maupun
asuransinya. Pihak Pertamina baru bertanggung jawab bila seluruh minyak mentah
yang diangkut telah diturunkan di pelabuhan tujuan, yaitu Balikpapan.
”Karena
itu Pertamina secara materiil mestinya tidak dirugikan. Soal tebusan yang
dituntut perompak, itu urusan pemilik kapal, bukan urusan Pertamina,” tegas
Hanafi yang juga Ketua ITF (International Transport worker’s
Federatioan) Asia Pasifik.
Terkait
soal ini, Hanafi mengharapkan pihak Pertamina menjelaskan secara transparan
kepada masyarakat agar tidak terjadi kekhawatiran terganggunya pasokan minyak
mentah akibat pembajakan tanker tersebut. Penjelasan ini sekaligus untuk
mengklarifikasi pernyataan Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina,
Mochamad Harun yang mengatakan pihaknya tengah mengurus asuransi.
”Dalam
kasus ini, Pertamina tidak perlu mengurus asuransi, karena sudah menjadi
tanggung jawab penjual/pengirim minyak mentah,” ujarnya.
Dalam
sistem CIF, lanjut Hanafi, pihak importir barang tidak akan dirugikan sebelum
barang tiba dan dibongkar di pelabuhan tujuan. ”Para importir perlu
mempertahankan sistem CIF dalam mengapalkan barangnya ke Indonesia,” sambung
Hanafi.
Ia
berpendapat kerugian Pertamia mungkin akan terjadi kelambatan pasokan minyak mentah.
Namun Hanafi yakin Pertamina segera dapat mengatasi, sehingga tidak terjadi
kekosongan stock minyak mentah yang akan diolah menjadi BBM untuk kepentingan
dalam negeri.
Menurut
pendapat saya pada kasus ini seharusnya pemilik kapal menyediakan pelayanan
penuh seperti mengadakan pengawalan pada kapalnya sampai tempat tujuan untuk
kemanan selama perjalan ke tempat tujuan, karena pada perjainjian antara pihak
pemilik dan pihak pertamina menggunakan sistem CIF (Cost Incurance and Freight-biaya asuransi dan tarif angkut) yaitu
pihak pemilik kapal bertanggung jawab penuh terhadap asuransi, dan biaya ongkos
selama kapal dalam perjalanan sampai ke tempat tujuan. Selain itu, pihak
keamanan laut dari masing – masing wilayah seharusnya lebih ditingkatkan
pengawasan terhadap kapal – kapal asing yang masuk untuk menjaga keamanan laut
dan pantai agar tidak terjadi perompakan seperti kasus diatas.